Al Bughat
Oleh Cholil Nafis
Pendahuluan
Sebelum di Indonesia ramai membicarakan bahkan mendiskusikan tentang bughat, Allah SWT sudah memberi tuntunan cara menyikapi Bughat melalui ketegasan- Nya dalam al Qur'an yang menggambarkan tentang perselisahan antara sesama mukmin jika terjadi. Toh sebenar jalinan silaturrahmi yang solid sesama mukmin tidak wajar jika terjadi perselisihan. Namun ketika terjadi perselisihan maka jalan penyelesaiannya adalah harus ditempuh dengan cara damai, rekonsiliasi, bersatu bersama barisan umat Islam dan kembali kepada tuntunan kitab Allah SWT. Langkah dan cara damai dalam menyelesaikan perselisihan adalah cara pertama yang harus dilalui, namun ketika cara ini mengalami kebuntuan dan tidak mungkin memecahkan masalah, apalagi sampai melakukan rongrongan kepada yang lain, baik itu pemimpin yang sah atau rakyat umum, maka mereka harus diperangi agar mereka sadar terhadap dirinya dan kembali kepada tuntunan dan syari'at Allah SWT.
Penilaian dan penerapan hukum Islam tentu adalah kepada komunitas muslim. Maka negara sekuler yang tidak berdasarkan Islam tentu tidak dapat menerapkan hukum Islam kepada persoalan kemasyarakatan, lebih-lebih menetapkan hukum Islam kepada seseorang atau kelompok dengan menggunakan hak eksekusinya demi kepentingan kelompok. Dalam hal bughat upamanya, sebelum kita menetapkan bahwa orang itu baghi atau kelompok itu bughat yang kemudian harus diperangi dengan kekuatan eksekusi dari pemerintah, maka terlebih dahulu mengetahui tatacara hukum Islam dan proses kapan mereka harus diperangi. Oleh karenanya mari kita bahas tentang al bughat dalam perspektif tafsir ayat al ahkam.
Makna al Bunghat
Dalam al Qur'an al Karim sering kita jumpai kalimat yang berasal dari kata kerja بغى,- يبغي,- بغيا dengan arti yang berbeda-beda. Di antaranya, secara bahasa, bagha artinya melampaui batas dan keterlaluan, seperti dalam firman Allah SWT:
" وإن ظائفتان من المؤمنين اقتتلوا فأصلحوا فإن بغت إحداهماعلىالأخرى فقاتلواالتى تبغى حتى تفئ إلى أمرالله فإن فاءت فأصلحوا بينهما باالعدل وأقسظوا إن الله يحب المقسظين" (الحجرات: 9 )
Dan kalimat bughat dalam ayat lain artinya, meminta sesuatu yang tidak halal atau melanggar , sebagaimana firman Allah SWT:
"قل إنماحرم ربي الفواحش ما ظهر منهاومابطن والإثم والبغي بغيرالحق….." (الأعراف: 33)
Maka jelas bahwa kata bughat adalah bentuk jama' dari fa'il (subjek) baghin dan fi'il madhi-nya (kata kerja) bagha
Arti al Bughat secara istilah tidak jauh beda dengan arti secara bahasa, meskipun para ulama banyak berbeda pendapat sesuai dengan disiplin ilmunya, terutama para ulama fiqih. Menurut kesimpulan akhir dari perbedaan fuqaha' tentang definisi bughat: Kelompok yang menentang pemimpin yang sah dengan cara menolak setiap kewajiban sebagai rakyat dan berupaya dengan menghimpun kekuatan untuk mencopotnya . Sedangkan definisi al bughat menurut ulama tafsir:
" وهوالذي يخرج علىالإمام يبغي خلعه, أويمنع من الدخول في طاعةله, أويمنع حقا يوجبه عليه بتأويل" .
Al Baghi menurut Ibnu al 'Arabi ialah orang yang selalu mencari-cari kesalahan, menentang imam yang sah dan keluar dari jama'ah. Menurut Prof. Muhammed Sayye Thanthawi , bughat adalah orang yang berbuat dzalim atau menganiaya manusia dan berbuat kerusakan di muka bumi . Dari definisi yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan, bahwa bughat adalah orang yang menentang imam (pemerintahan) yang sah dan menyatakan diri keluar dari pemerintahan dengan membentuk golongan dan pemimpin tersendiri atau berbuat dzalim dan kerusakan dimuka bumi.
Dengan definisi ini jelas kiranya bahwa term bughat hanya terjadi dalam negara agama Islam yang sah dan berlandaskan al Qur'an dan as Sunnah. Maka negara manapun kiranya tidak dapat diukur dari sisi hukum Islam jika konstitusinya bukan syari'ah Islamiyah.
Lintasan peristiwa dan Pemahaman Ayat al Bughat
Dalam sejarah tentang istilah al bungat tidak dapat dijelaskan siapa yang menciptakan istilah al bughat dan siapa yang pertama kali mempopulerkannya. Namun yang jelas kita dapat mengetahuinya dari ayat al Qur'an (al Hujurat: 9) yang menyebutkan tentang al bughat dan hadits Nabi Muhammad saw. yang senada dalam menjelaskan tentang status dan hukumnya.
Pada masa Nabi saw. ada peristiwa bahwa, Nabi Muhammad saw. pernah ditanya oleh seseorang: Hai Rasulullah, jika engkau didatangi oleh Abdullah bin Ubay dengan menunggangi himar bersama orang-orang muslim yang berjalan kaki. Lalu himarnya berkencing di atas tanah yang subur, bagaimana menurutmu? Rasulullah menjawab: Sungguh telah menyakitiku bahu kotoran himarmu. Lalu Abdullah bin Rawahah berkata: Demi Allah, kencing kudanya lebih harum dari pada bahumu. Kemudian terjadilah perkelahian di antara pengikut Abdullah bin Ubay dan pengikut Abdullah bin Rawahah tanpa menggunakan senjata . Yang kemudian turun ayat:
"وإن طائفتان من المؤمنين اقتتلوافأصلحوا بينهما فإن بغت إحداهماعلىالأخرى فقاتلواالتي تبغي….الخ "
Pada masa sahabat ada peristiwa yang sangat populer, dan penulis sengaja paparkan disini sesuai dengan kajian tafsir ayat al Qur'an al Karim. Ali bin Abi Thalib, ia seorang khalifah yang dipilih dan dibai'at oleh mayoritas umat Islam. Namun karena kaum oposisi (al khawarij) menentang atas sikap Ali yang menerima arbitrase terhadap kelompok pemberontak yang dikoordinir oleh Mu'awiyah, maka ia menyataka keluar dari kepemimpinan Ali ra, eksodus keluar daerah, menentang semua kewajiban dan ajakan rekonsiliasi (ishlah) dan mereka mengangkat Abdullah bin Wahhab ar Rasiby sebagai pemimpinnya . Hal ini dilakukan sebagai cermin bentuk penolakan dan penentangan terhadap kepemimpin Ali ra, karena Ali tidak layak menjadi khalifah setelah menerima kompromi politik dengan kubu Mu'awiyah yang menurut al khawarij mereka adalah bughat .
Menurut Prof. Dr. Muhamed Sayye "Thanthawi, kebijakan bughat pernah dijalankan pada masa Nabi Muhammad saw. para sahabatnya (khulafa'urasyidin), dinasti Mu'awiyah dan pada masa dinasti Abbasiyah. Dan kebijakan ini(baca: bughat) dalam hal politik tidak ada .
Kalau kita telaah di antara definisi al bughat dan peristiwa penting yang menjadi sebab turunnya ayat al bughat tentu sangat sulit bagi penyaji; kira-kira korelasinya antara kasus al bughat dan teks tegas (nash sharih) dengan definisinya. Dalam ayat yang menjelaskan bughat dan lintasan peristiwa yang dijelaskan bahwa bughat adalah harus terdiri dari orang banyak dan mempunyai kelompok tersendiri. Terbukti dalam ayat menggunakan lafadz yang menunjukkan jama' ( plural/ طائفة ) yang artinya adalah kelompok. Demikian pula dalam beberapa peristiwa yang penulis baca, peristiwa antara kaum Abdullah bin Ubay dan kaum Abdullah bin Rawahah, peristiwa bughat pada masa khalifah Ali ra. Sedangkan definisi yang disebutkan oleh ulama tafsir juga Muhammed Thanthawi menyebutkan dengan kata mufrad (tunggal / الذي) yang berarti kasus itu bisa dilakukan oleh individu tidak harus oleh kelompok dilihat dari teks yang gunakan dalam definisi.
Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa bughat tidak harus bughat, dalam arti jama' tapi juga bisa dilakukan oleh baghi yang artinya tunggal. Sebab dalam hal tersebut adalah dzalim dan kerusakan dengan bentuk mencari-cari kesalahan imam yang sah atau cara lain karena mempunyai ekses publik yang menimbulkan terganggunya ketenangan masyarakat umum. Seperti dalam peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Muhammad saw. bukan perbuatan oposisi yang hendak mengkudeta pemimpin yang sah (Nabi Muhammad saw.).
Hukum Memerangi Bughat
Jika kita telaah lebih dalam bahwa bughyu bukan hanya terjadi antara rakyat dengan pemimpin dan antara rakyat dengan rakyat lain. Oleh karenanya penafsiran bughat hanya dari rakyat kepada pemimpin sebagaimana ditafirkan oleh sebagian besar ulama fiqih sungguh telah mendistorsi disiplin ilmu tafsir ayat al ahkam, yang sebenarnya baghyu bisa terjadi antara pemimpin dengan pemimpin lain yang berbuat dzalim di antara mereka. Bisa pula baghyu antara rakyat dengan rakyat lainnya. Yang mereka dzalim setelah diadakan prosee rekonsiliasi (ishlah) diantaranya berbuat aniaya.
Para ulama sepakat bahwa hukum memerangi bughat atau baghi tidak berarti serta merta langsung dilaksanakan, tapi harus ada proses pendekatan, ishlah bahkan memeranginya pun dalam rangka agar ia damai atau kembali kepada kitab Allah SWT. jika mereka mau berdamai maka mereka harus dihukumi dengan adil yang dijelaskan oleh al Qur'an al-Karim . Sebagaimana Ali bin Abi Thalib menyikapi penolakan kaum khawarij yang menentang arbitrase, Ali ra mengutus Abdullah bin Abbas untuk berdialog dengan mereka. Namun karena alasan mereka yang menolak dibuat-buat dengan jargon kalimat yang hak bertujuan bathil. Ali ra pun tidak memerangi mereka tapi mereka yang berinisiatip menyerang lebih dulu .
Jika usaha rekonsiliasi dan ishlah telah ditempuh namun mereka tetap berbuat baghyu maka hukum memerangi bughat ada dua pendapat. Pertama, hukum memerangi bughat adalah wajib kolektif (fardlu kifaya), jika diantara mereka telah mampu melaksanakan maka yang lain tidak berkewajiban untuk melaksanakan. Oleh karenannya pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib sebagian sabat (Sa'ad bin Abi Waqash, Abdullah bin 'Amr, Muhammad bin Salamah dan sahabat lainnya) tidak ikut ke medan laga untuk memerangi kaum khawarij. Pendapat ini adalah yang disepakati mayoritas ulama . Yang menjadi Dalil mereka:
surat Al Hujurat ayat 9 yang dengan tegas menjelaskan bahwa bughat harus diperangi.
Ayat yang tegas ini juga didukung oleh hadits yang menerangkan bahwa bughat harus diperangi:
"سيكون في أمتي اختلاف وفرقة, قوم يحسنون القول ويسيؤن العمل, يمرقون من الدين كمايمرق السهم من الرمية, لايرجعون حتى يرندعلىفرقة, هم شرالخلقوالخليقة طوبىلمن قتلهم أوقتلوه. قالوا يارسول الله: ماسيماهم؟ قال : التحليق" .
Pada masa sahabat yang terakhir, Ali bin Thalib para sahabat sependapat bahwa kaum khawarij adalah bughat yang harus (wajib kolektif) diperangi dengan pedang jika mampu diselesaikan dengan cara lain .
Sebagian ulama berpendapat bahwa memerangi bughat yantg mukmin hukumnya tidak boleh. Argumentasi mereka:
Hadits Nabi Muhammad saw. : "كفر سباب المؤمن فسوق وقتاله "
Bughat menurut mereka adalah orang mukmin yang tidak boleh dibunuh atau diperangi .
Dari dua pendapat di atas dapat kita baca tentang pemahaman ulam-ulama terdahulu terhadap sikap rakyat atau pemimpin yang dzalim. Apakah mereka harus diperangi dalam arti akhirnya harus di bunuh atau cukup diberi tahu dan diingatkan dengan hukum-hukum Allah SWT. Penulis dalam hal ini bersikap bahwa bughat atau baghi harus diperangi, dengan arti harus diajak untuk kembali kejalan yang hak setahap demi setahap. Jika mereka tidak bisa diajak benar dengan cara halus, maka ada dua hal; pertama, jika mereka seorang diri, maka dilakukan hukum sebagaimana ketentuan dalam syari'at Islam, seperti hudud. Jika mereka berkelompok tentu diupayakan dengan jalan damai, dengan cara kepengadilan atau arbitrase untuk jalan kompromi agar tidak terjadi pertumpahan darah sesama muslim.
Hukum Harta Benda Bughat
Harta benda bughat yang dirampas ketika berperang, apakah menjadi harta ghanimah (harta rampasan yang halal) bagi umat Islam yang memeranginya ? Para ulama berbeda pendapa tentang harta bughat sebagai berikut:
A. MENURUR MAYORITAS ULAMA BERPENDAPAT BAHWA, BUGHAT BOLEH DIPERANGI DAN HARTANYA HARAM DIRAMPAS. MEREKA BERARGUMENTASI DENGAN:
1. BUGHAT TETAP MENJADI ORANG MUKMIN, TIDAK MENJADI KAFIR HANYA SAJA MEREKA FASIK KARENA MEMBANGKANG. SEDANGKAN MEREKA DIPERANGI AGAR MEREKA SADAR DAN KEMBALI KEPADA SYARI'AT ALLAH SWT.
2. ALI BIN ABI THALIB RA KETIKA MEMERANGI KAUM KHAWARIJ TIDAK MENGANGGAP MEREKA KAFIR DAN TIDAK MERAMPAS HARTA BENDANYA, SEHINGGA ALI RA. MENCARI KEJELASAN, APAKAH KAUM KHAWARIJ MEMAKI 'AISYAH RA (UMMIL MUKMININ), DAN APAKAH MEREKA MENGHALALKAN SESUATU KEPADA ‘AISYAH SEBAGAIMANA MENGHALALKAN KEPADA LAINNYA.
3. HADITS ABDULLAH BIN UMAR DARI NABI MUHAMMAD SAW. IA BERKATA:
" ياعبدالله أتدري كيف حكمالله فيمن بغى من هذه الأ مة ؟ قال: الله ورسوله أعلم. فقال: لايجهزعلى جريها, ولايقتل أسيرها, ولايطلب هاربها, ولايقسم فيئها" .
B. Menurut Abi Yusuf (murid Abu Hanifah) bahwa, apapun yang dibawa oleh bughat ke medan laga, baik berupa senjata atau harta benda adalah ghanimah yang haru dibagi. Ia berdalil dengan peristiwa yang dilakukan oleh Ali ra. ketika perang Jamal, Ali membagi hasil ghanimah di perang Jamal kepada para sahabatnya.
Dalam masalah harta atau senjata yang dimiliki oleh bughat yang dikalahkan di medan perang adalah bukan bukan ghanimah, sebagaimana yang pendapat dan dalil yang telah dipaparkan oleh jumhur al ulama. Di samping itu, argumen Abu Yusuf ada kemungkinan lain, bahwa Ali ra. membagikan peralatan, senjata dan bekal lainnya adalah untuk persiapan antisipasi serangan berikutnya. Indikasi ini diperkuat dengan cerita Ibnu Abbas bahwa kaum khawarij menaruh dendam kepada Ali ra. Beliau berkata:
أفتسبون أمكم عائشة , ثم تستحلون منها ماتستحلون غيرها فلئن كفر" فعلتم لفد "
Hemat penyaji riwayat ini menjelaskan bahwa bughat tidaklah sampai menjadi kafir yang jika diperangi maka seluruh harta miliknya menjadi ghanimah.
Status Kekuasaan bughat
Bughat mungkin berbuat dzalim kepada pemimpin juga mungkin kepada masyarakat umum. Jika bughat menentang pemimpin yang sah dan mampu menguasai daerah tertentu, kemudian menerapkan hukum dengan kekuasaannya, seperti menarik zakat dan menjalankan hukum hudud, maka hukumnya legal dan sah . Demikian pendapat Abu Yusuf. Ia berargumentasi bahwa hak imam memungut zakat adalah untuk melindungi rakyat, ketika imam tidak bisa melindungi rakyat dari bughat, maka sesuatu yang diambil dari rakyat telah memenuhi kewajibannya membayar zakat. Argumen ini dianalogikan dengan daerah yang tidak ada penguasanya, kemudian semua warga daerah itu sepakat bahwa semua urusan daerah diserahkan kepada seseorang, maka hukum dan tindakan orang itu sah dan intruksinya harus dilaksanakan .
Relasi Ayat al Bughat dan Ayat al Muharabah
إنما جزاء الذين يحاربون الله ورسوله ويسعون في الأرض فسادا أن يقتلوا أو يصلبوا أو تقطع أيديهم وأرجلهم من خلاف أو ينفوا من الأرض ذلك لهم خزي في الحياة الدنيا ولهم في الأخرة عذاب عظيم @ إلا الذين تابوا من قبل أن تقدروا عليهم ….
Al Muharab adalah ism mashdar dari fi’il (kata kerja) haraba حرابا ) حارب - يحارب – و محاربة) yang artinya memerangi (قا تله ). Al Muharabah secara istilah adalah sebagaimana yang didefinisikan Imam Malik: “Orang yang Mengganggu di jalanan, membuat orang banyak khawatir dan membuat kerusakan di muka bumi meskipun mereka tidak membunuh orang” . Dengan definisi ini jelas bahwa yang dimaksud memerangi Allah SWT dalam ayat di atas adalah memerangi kekasih-Nya, yaitu kaum muslimin dengan berbuat onar meskipun tidak membunuh. Sebab ada dua alasan mengapa dalam ayat tersebut tidak bermakna hakiki tetapi bermakna metafora (majaz), ialah Allah SWT. yang diperangi oleh muharib; pertama, sifat agung, kehendak, kekuasaan dan kesempurnaan Allah SWT. tidak mungkin dapat diperangi oleh manusia ciptaan-Nya; yang kedua, kata memerangi mengandung arti berhadap-hadapan yang terdiri dari arah, sedangkan Allah SWT. maha suci dan arah .
Dari uraian diatas dapat kita fahami bahwa bunghat yang menentang imam atau membuat kerusakan di muka bumi adalah perbuatan yang masih paralel dengan muharabah dari sisi ini keduanya sama membuat onar dan kerusakan di muka bumi. Namun ada perbedaan yang mencolok di antara perbuatan bughat dan muharabah yaitu (1) akar masalah bughat berawal dari konflik, lalu berdamai yang kemudian di antaranya ada yang berkhianat kepada yang lainnya. Sedangkan muharabah akar masalahnya adalah dari perbuatan seseorang untuk berbuat onar dan kerusakan di muka bumi; (2) bughat terjadi antar bawahan kepada atasan atau antar sesama derajatnya. Sedangakan muharabah adalah perbuatan seseorang yang obyeknya adalah orang banyak; dan yang (3) bughat hukumannya sebagai mana tersebut di atas. Sedangakan hukuman muharabah adalah sesuai dengan kesalahannya; jika mengganggu jalan umum dan merampas harta, maka ia dipotong tangannya dan kakinya. Jika merampas harta dan membunuh, maka ia dipotong kakinya dan disalib. Jika hanya membunuh dan tidak merampas harta, maka ia dibunuh. Dan jika ia hanya berbuat onar tidak membunuh dan tidak merampas harta maka ia diasingkan atau dipenjara . Inilah titik relasi sekaligus perbedaan di antara bughat dan muharabah dilihat sebab turunnya ayat dan implikasi hkumnya.
Catatan Penyaji
Dari ulasan di atas penyaji mempunyai catatan tentang memahami bughat yang dikehendaki al Qur'an al Karim secara orisinil, bahwa:
Bughat adalah orang mukmin yang dzalim, perselisihan mereka tidak bisa diselesaikan secara damai agar kembali ke dalam barisan umat Islam.
Bughat mungkin terjadi antar pemimpim daerah juga mungkin antar rakyat umum atau antar rakyat kepada pemimpin yang sah dengan upaya kudeta terselubung.
Bughat adalah orang mukmin yang dzalim, dan ketika mereka menolak untuk damai, maka mereka itu tetap mukmin.
Cara konsolidasi adalah penyelesaian pertama jika ada perselisihan antar sesama mukmin. Namun jika tidak bisa diselesaikan secara damai, maka mereka harus diperangi sesuai kadar penentangan mereka.
Jika bughat melakukan penentangan kepada pemimpin yang sah sehingga menguasai suatu daerah, maka pelaksanaan hukum Islam di bawah kekuasaan bughat hukumnya sah selagi tidak bertentangan dengan al Qur'an dan as Sunnah.
Antara bughat dan muharabah ada titik temu, ialah sama-sama berbuat kerusakan di muka bumi. Namun tampak berbeda dari sisi akar masalah dan hukumannya.
Demikian tulisan dan catatan kami untuk mengantar diskusi kuliah PPs IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta materi Tafsir Ayaat al Ahkam. Selamat berdiskusi….
Senin, 15 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar