Sabtu, 14 Februari 2009

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DAN ISLAM

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DAN ISLAM
Oleh H.M. Cholil Nafis, MA

Mengenal Remaja
Masa remaja (adolescence) adalah masa perpindahan (transisi) yang menjembatani antara masa anak-anak dan masa dewasa. Masa remaja adalah masa penting yang tidak boleh tersia-sia, apalagi diisi dengan hal-hal yang tidak berguna dan membawa petaka bagi kehidupan yang berharga di masa depan. Pada usia remaja seorang anak manusia sedang mencari dan menentukan identitas dirinya sebagai bagian dari keluarga tempat ia berlindung dan bagian dari masyarakat tempat ia bergaul. Dari sudut psikologi, masa remaja merupakan tahap persiapan akhir sebelum memasuki tahapan perkembangan kepribadian untuk tumbuh menjadi manusia dewasa (adult) secara fisik, psikologis, maupun sosial.
Organisasi kesehatan sedunia yaitu WHO (World Health Organization) membuat definisi; remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan; dari segi kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur mempertunjukkan karakteristik seks yang sekunder sampai mencapai kematangan seks; dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat kekanak-kanakan menjadi dewasa; dari segi sosial ekonomi ia adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas.
Dr. Reni Akbar Hawadi dalam buku Psikologi Perkembangan Anak dengan mengutip pendapat Papalia dan Old (1987) membagi masa perkembangan anak dalam lima tahap. Pada tahap kelima adalah masa Remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas dirinya dan banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya lepas dari kungkungan orang tua. Perkembangan remaja dapat dilihat dari tiga sudut, yaitu sudut anatomi (susunan tubuh), sudut fisiologi (faal tubuh), dan sudut psychologi (kejiwaan). Awal masa remaja ditandai dengan masa pubertas yaitu masa di mana terjadi perubahan-perubahan fisik pada individu yang bersangkutan.
Perubahan-perubahan yang dialami remaja menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono (artikel ”Remaja, Seks dan Disiplin”, dalam Mengenal dan Memahami Masalah Remaja, 1996) adalah sebagai berikut:
1. Perubahan fisik
Pada masa remaja perkembangan yang hebat akibat kematangan biologis, seperti; pertumbuhan berat dan tinggi badan yang cepat, pertumbuhan tanda-tanda seksual primer (kelenjer-kelenjer dan alat-alat kelamin) maupun tanda-tanda seksual sekunder (tumbuh payudara, haid, kumis, mimpi basah, dan sebagainya), dan timbulnya hasrat seksual yang kuat. Pada anak laki-laki, fungsi seksual primer ditandai oleh pengalaman mimpi basah (ejakulasi) di malam hari. Sedang pada anak perempuan ditandai oleh haid (menstruasi) pertama.
2. Perkembangan sosial
Perkembangan sosial pada usia remaja ditandai dengan ciri-ciri di antaranya; jangkauan pergaulan sosial dan wawasan sosial bertambah luas, hubungan dengan teman sebaya lebih diutamakan, lebih mengikuti norma teman/kelompok daripada orang tua, dan peranan sosial yang makin jelas sesuai dengan jenis kelaminnya.
3. Perkembangan emosi
Perkembangan fisik dan sosial yang cepat menuntut kemampuan penyesuaian diri yang sebaik-baiknya. Hal ini menyebabkan remaja mengalami beban mental, yang pada gilirannya menyebabkan emosi remaja mudah bergolak. Ditinjau dari emosinya, masa remaja sering disebut masa ”strurm und drang” (topan dan badai). Ciri emosi yang mudah bergolak adalah kadar emosi yang sangat tinggi (sangat marah, sangat benci, tetapi juga sangat gembira, sangat senang dan sebagainya) dan sekaligus cepat berganti.
4. Perkembangan intelek
Perkembangan intelek pada usia remaja ditandai dengan munculnya kemampuan berpikir abstrak, kritis, ingin tahu, cenderung menentang pendapat orang lain, dan jalan pikirannya ego-sentris.
Masa remaja sering disebut masa yang paling indah dalam kehidupan seseorang. Namun di samping itu, masa remaja adalah masa pancaroba. Dalam pergaulan sehari-hari ia tidak lagi diterima dalam dunia anak-anak. Di pihak lain ia juga belum diakui sebagai anggota masyarakat dewasa. Orang dewasa atau orang tua sering mengeluh bahwa mereka tidak mengerti kemauan para remaja. Sebaliknya, remaja mengeluhkan orang sekitarya tidak mau dan tidak bisa mengerti dunia mereka. Ketika itulah pentingnya bimbingan yang bijaksana, terutama dari orang tua dan orang-orang terdekat lainnya.
Dalam Islam diajarkan bahwa seorang anak yang sudah menginjak usia yang disebut akil baligh, ia telah dibebani tanggung jawab keagamaan. Dengan demikian, masa remaja adalah masa di mana seseorang menurut hukum Islam telah bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukannya sebagai manusia yang mukallaf (menerima dan wajib menjalankan kewajiban agama).


Problema Kesehetan reproduksi Remaja
Bangsa Indonesia yang selama ini dikenal sebagai bangsa yang religius, kini menghadapi tantangan berat dengan melonjaknya kasus seks bebas yang terjadi di kalangan remaja, peredaran dan pengguna narkoba dan lain-lain. Penanggulangan masalah ini memerlukan perhatian serius dari setiap orang tua, guru, masyarakat, maupun pemerintah. Menurut hasil penelitian, sekitar 40 persen remaja menyatakan secara terbuka bahwa mereka mempunyai teman yang mereka tahu pernah melakukan hubungan seksual. Sekitar 13.000 penderita HIV dan AIDS (akhir 2006) terdapat di seluruh Indonesia. Sekitar 50 persen di antaranya adalah kelompok remaja usia 10-24 tahun.
Data penelitian menunjukkan, remaja yang melakukan seks pranikah di rumah sekitar 85 persen. Perilaku seksual remaja di 4 kota (Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan) menurut sumber DKT Indonesia 2005 memperlihatkan fenomena yang mencengangkan. Remaja yaitu punya teman melakukan seks pranikah 82 persen, punya teman hamil sebelum menikah 66 persen. Di Jabotabek jumlahnya sekitar 51 persen, Bandung 54 persen, Surabaya 47 persen, Medan 52 persen. Mereka secara terbuka menyatakan pernah melakukan seks pra nikah.
Populasi remaja yang pernah berhubungan seksual di kota besar tersebut menunjukkan kenyataan sebagai berikut; remaja perempuan usia 14-19 tahun sebanyak 34,7 persen dan remaja laki-laki sebanyak 30,9 persen. Perilaku remaja yang ada di DKI, yang mengatakan pernah pacaran bagi remaja laki-laki sebanyak 82 persen, dan remaja perempuan sebanyak 87 persen (LD-UI, 2005) Dari data yang terekam pada PKBI, 30-35 persen kasus aborsi merupakan penyumbang kematian ibu (307/100 ribu kelahiran) di Indonesia (PKBI, 2006)Faktor yang paling mempengaruhi remaja melakukan hubungan seks bebas adalah :1. Punya pacar. 2. Punya teman yang “setuju” dengan hubungan seks pra nikah. 3. Punya teman “yang mempengaruhi/ mendorong” untuk melakukan seks pra nikah.
Menurut Data UNODC (2005), 5 persen dari penduduk dunia atau sebanyak 200 juta menjadi pelaku dan sekaligus korban penyalahgunaan narkoba, di mana 4 persen (160,9 juta jiwa) mengkonsumsi ganja. adalah penyalahgunaan ganja. Sementara itu data BNN 2004 melansir bahwa 1,5 persen penduduk Indonesia (3,2 juta jiwa) adalah penyalahgunaan narkoba dimana 78 persen berasal dari kelompok remaja dan usia muda usia 20-29 tahun. Potensi kerugian bangsa akibat penyalahgunaan narkoba diestimasikan sebesar Rp 207 Triliun per tahun.
Berdasarkan data dari BNN (Badan Narkotika Nasional) tahun 2007, bahwa 54 orang meninggal setiap harinya akibat narkoba, dan sebanyak 80 persen dari jumlah tersebut adalah usia remaja. Hal ini sangat memprihatinkan kita semua. Faktor utama yang menyebabkan dan menjadi alasan remaja berperilaku menyimpang (menyalahgunakan narkoba), di antaranya ialah coba-coba/iseng sebanyak 74,15 persen, teman sebaya 51,14 persen, lingkungan 86,67 persen, pola asuh otoriter 70,00 persen, pengaruh film dan TV 47,15 persen.
Prevalensi tertinggi penyalahgunaan narkoba terdapat di Kampung Bali – Jakarta. Dari 85 persen pemakai narkoba, 93 persen telah mengidap HIV/AIDS. Di Pekanbaru, ari 10 pemakai narkoba ternyata rata-rata 4 Orang tertular HIV/AIDS. Sedangkan di D.I Yogyakarta, ditemukan 4 bayi yang lahir di RS Sardjito telah terkena virus HIV/AIDS. Di Balige, Sumatera Utara, tercatat 18 penderita HIV/AIDS dan 8 Orang diantaranya adalah pemakai narkoba, dan 4 orang dinyatakan meninggal. Di Rumah Dampingan Cemara, Bandung, tedapat 196 orang pemakai narkoba, yangt setelah dites ternyata 100 persen mengidap virus HIV/AIDS.
Data menggambarkan bahwa perilaku seksual remaja sudah sangat rawan terhadap risiko TRIAD-KRR (Seksualitas, HIVdan AIDS, dan Narkoba), sehingga memerlukan penanganan yang komprehensif dari semua pihak terkait. Kasus-kasus di atas nampaknya hanyalah gunung es (iceberg), yang kelihatan permukaannya saja, tetapi jumlah kasus sesungguhnya jauh lebih banyak dari kasus yang nampak, dapat dikalikan 10, 100, sampai 1000, bahkan lebih dari kasus-kasus terlihat secara kasat mata.
Dalam kondisi masyarakat yang mengalami kerusakan sistem nilai, pihak yang sering menjadi korban umumnya adalah remaja putri, karena mereka sering tidak berdaya untuk menolak rayuan dan paksaan untuk melakukan hubungan seks sebelum nikah. Faktor yang paling banyak mempengaruhi remaja melakukan hubungan seksual diantaranya punya pacar, punya teman yang “setuju” dengan hubungan seks pra nikah, punya teman yang mempengaruhi atau mendorong untuk melakukan seks pranikah

Mengenal Kesehatan Reproduksi Remaja dan Hak-Haknya
Gagasan kespro ini, menurut Tini Hadad (ketua Yayasan Kesehatan Perempuan) dilatarbelakangi oleh banyaknya angka kematian ibu dan bayi, juga banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak reproduksi perempuan seperti kasus perkosaan dalam perkawinan, perjodohan, larangan aborsi, pelecehan seksual, penyiksaan, paksaan terhadap penggunaan alat-alat kontrasepsi, tidak adanya akses mudah terhadap masalah kesehatan reproduksi, dan berbagai bentuk diskriminasi yang menomorduakan kedudukan perempuan.
Gagasan kespro ini pertama kali dipopulerkan oleh International Conference On Population and Development (ICPD)/ Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan yang berlangsung 5-13 September 1994 di Kairo. Hal ini dapat dilihat dari 4 kerangka tujuan ICPD:
1. Tujuan agar setiap kegiatan seks harus bebas dari paksaan serta berdasarkan pilihan yang dipahami dan bertanggung jawab.
2. Setiap tindakan seks harus bebas dari infeksi. Diantaranya dengan kondomisasi bagi yang aktif secara seksual dengan lebih dari satu pasangan.
3. Setiap kehamilan dan persalinan harus diinginkan.
4. Setiap kehamilan dan persalinan harus aman.
Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000).
Elemen-elemen kespro di Indonesia, menurut Departemen Kesehatan tahun 1995, adalah keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, penanggulangan infeksi saluran reproduksi dan HIV/AIDS. Hanya saja, penerapan elemen kespro ini membawa semangat ICPD yang penuh dengan nuansa kebebasan dalam mengagungkan hak reproduksi perempuan. Misalnya, dalam elemen KB, seorang istri berhak memutuskan kapan memakai alat kontrasepsi dan menghindari kehamilan tanpa persetujuan suami. Seorang perempuan berhak untuk menggugurkan kehamilan hasil perselingkuhannya jika dia merasa tidak nyaman dengan kehamilannya. Perempuan bebas melakukan kegiatan seks berdasarkan pasangan pilihannya, baik pasangan sah atau bukan, asalkan bertanggung jawab dan paham atas resikonya.
Sebenarnya, definisi reproduksi menurut mereka adalah keadaan yang menunjukkan kondisi kesehatan fisik, mental dan sosial yang dihubungkan dengan fungsi dan proses reproduksi. Sasaran program ini tentunya bukan hanya perempuan yang menikah tetapi remaja putri juga harus memahami konsep kespro ini. Oleh karena itu, Pendidikan seks bagi remaja menjadi program yang harus direalisasikan. Tak hanya dari orang tua, tetapi juga pendidikan di sekolah.
Kesehatan Reprioduksi Remaja merupakan upaya untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kehidupan reproduksi yang sehat, benar dan bertanggung jawab. Sumber informasi Kesehatan Reproduksi Remaja mengatakan 81 persen (DKT, th 2005) remaja berkomunikasi tentang KRR dengan teman sebaya. Hal ini menunjukkan bahwa remaja lebih nyaman berkomunikasi dengan teman sebayanya yang belum tentu memberikan informasi yang baik dan benar. Sedangkan komunikasi dengan orang tua sekitar 31 persen dengan guru 31 persen dengan petugas kesehatan 16 persen dan dengan tokoh agama 12 persen

Yang termasuk di dalam hak reproduksi adalah:

- Hak semua pasangan dan individual untuk memutuskan dan bertanggung jawab terhadap jumlah, jeda dan waktu untuk mempunyai anak serta hak atas informasi yang berkaitan dengan hal tersebut;

- Hak untuk mendapatkan kehidupan seksual dan kesehatan reproduksi yang terbaik serta hak untuk mendapatkan pelayanan dan informasi agar hal tersebut dapat terwujud; dan

- Hak untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan reproduksi yang bebas dari diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan
Komponen yang termasuk di dalam kesehatan reproduksi adalah:
1. Konseling tentang seksualitas, kehamilan, alat kontrasepsi, aborsi, infertilitas, infeksi dan penyakit;
2. Pendidikan seksualitas dan jender;
3. Pencegahan, skrining dan pengobatan infeksi saluran reproduksi, penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS dan masalah kebidanan lainnya;
4. Pemberian informasi yang benar sehingga secara sukarela memilih alat kontrasepsi yang ada;
5. Pencegahan dan pengobatan infertilitas;
6. Pelayanan aborsi yang aman;
7. Pelayanan kehamilan, persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan pasca kelahiran; dan
8. Pelayanan kesehatan untuk bayi dan anak-anak

Dalam konteks ini, hak-hak reproduksi perempuan meliputi hak untuk: 1). Menentukan perkawinannya sendiri. 2). Hak penikmatan seksual. 3). Hak menentukan kehamilan. 4). Hak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi. 5). Hak menentukan kelahiran. 6). Hak terkait khitan perempuan.
Faktor utama yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak reproduksi remaja adalah karena tingkat pengetahuan yang kurang tentang seksualitas, terbatasnya informasi tentang kesehatan reproduksi dan ketidakterjangkauan remaja terhadap akses pelayanan kesehatan reproduksi, di samping pelayanan yang tidak memadai, serta sikap negatif terhadap anak perempuan dan tentu saja tindakan diskriminatif terhadap mereka

Kesiapan seorang perempuan untuk hamil (untuk melanjutkan keturunan yang berkualitas atau mempunyai anak) ditentukan oleh tiga hal, yaitu kesiapan fisik, kesiapan mental/emosi/psikologis dan kesiapan sosial/ekonomi. Adapun usia yang dianggap ideal untuk hamil bagi perempuan adalah antara usia 20 sampai dengan 30 tahun.
Secara umum, seorang perempuan yang disebut siap secara fisik jika ia telah menyelesaikan perkembangan jasmaninya, yaitu sekitar usia 20 tahun atau ketika jasmaninya berhenti berkembang. Sehingga usia 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik. Yang dimaksud dengan kesiapan mental/emosi/psikologis adalah pada saat seorang perempuan dan pasangannya merasa ingin mempunyai anak dan merasa telah siap menjadi orang tua termasuk mengasuh, membesarkan dan mendidik anaknya secara baik.
Secara ideal jika seorang bayi dilahirkan maka ia akan memerlukan tidak hanya kasih sayang orang tuanya, tapi juga sarana yang membuatnya bisa tumbuh dan berkembang. Dikatakan siap secara ekonomi jika ia telah dapat memenuhi keperluan yang paling dasar, yakni sandang, pangan dan papan.
Apa yang terjadi jika hamil pada usia sangat muda ( dibawah usia 20 tahun)?
Remaja dimungkinkan untuk menikah pada usia dibawah usia 20 tahun sesuai dengan Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyebutkan usia minimal menikah bagi perempuan adalah 16 tahun dan bagi laki-laki 18 tahun.
Tetapi perlu diingat ketiga kesiapan diatas (fisik, mental dan sosial ekonomi), karena perempuan yang belum mencapai usia 20 tahun sedang berada didalam proses perkembangan fisik. Karena tubuhnya belum berkembang secara maksimal maka perlu dipertimbangkan dampak negatifnya, diantaranya berdampak pada meningkatnya berbagai resiko kehamilan baik secara fisik maupun psikologis. Untuk menghindari dampak kehamilan resiko tinggi, maka sebaiknya ia dapat menunda usia kehamilannya sampai dengan 20 tahun atau lebih. Sehingga ia mempunyai peluang untuk melahirkan bayi lebih sehat dengan cara yang lebih mudah.

Apakah Hak Reproduksi itu?



Kesehatan Reproduksi Remaja Pespektif Islam
Seksualitas tumbuh dan berkembang dengan pesat di saat seseorang memasuki usia remaja. Seksualitas merupakan gejala yang normal pada setiap remaja yang sehat fisik dan jiwanya. Karena itu, di antara prinsip pendidikan kepribadian dalam Islam mengajarkan bahwa seorang anak harus dididik dan diperlakukan sesuai dengan jenis kelaminnya (sex identity).
Penyimpangan kepribadian yang terjadai pada usia dewasa adalah terutama disebabkan kesalahan pendidikan di masa anak-anak. Kesalahan itu tidak terkoreksi dalam tahap perkembangan akhir pada masa remaja. Dalam Islam, penyimpangan kepribadian dalam kaitannya dengan penyimpangan identitas seksual merupakan suatu hal yang sangat fatal.
Rasulullah SAW bersabda:
”Allah mengutuk perempuan-perempuan yang bertingkah laku menyerupai laki-laki, dan laki-laki yang bertingkah laku menyerupai perempuan.” (HR Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, dan Ibnu Majah)
. Dalam Islam, pendidikan seks adalah bagian dari pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak tentang seksualitas bertujuan untuk menjaga supaya tidak terjadi pelanggaran seksual atau penyimpangan seksual yang sangat berbahaya dan merugikan. Dr. H. Ali Akbar mengatakan, pendidikan seks dan etika seks menurut Islam - termasuk di dalamnya pemahaman tentang kesehatan reproduksi remaja yang menjadi topik pembahasan buku ini - dimulai dari pengertian aurat. Aurat ialah bagian tubuh manusia yang wajib ditutupi, tidak boleh diperhatikan dan tidak boleh dilihat orang lain.
Aurat secara anatomis adalah bagian dari tubuh yang dapat membangkitkan nafsu seks lawan jenis atau sejenis yang mengalami kelainan. Pada laki-laki, aurat ialah bagian yang terletak antara pusat dan lutut, termasuk penis sebagai pusatnya. Pada perempuan, seluruh tubuh selain muka dan tangan, dengan pusatnya faraj (vagina). Esensi pendidikan seks menurut Islam ialah akhlak seksual yaitu akhlak yang mengatur kehidupan seksual manusia sejak lahir, anak-anak, remaja, orang dewasa, orang tua, antara yang sejenis maupun lawan jenis dalam berpakaian, tingkah laku serta pergaulan sesuai dengan syariah yang diajarkan dalam Islam.
Menurut etika rumah tangga dalam Islam, seperti diajarkan dalam Al Quran surat An Nur 58-60, ada waktu-waktu yang terlarang bagi anak-anak masuk ke kamar istirahat orang tuanya. Seorang mukmin laki-laki dan perempuan juga diperintahkan agar menjaga pandangan mata terhadap lawan jenis yang dapat merangsang atau mendorong kepada perbuatan yang tidak baik atau pengaruh yang tidak sehat terhadap kejiwaan.
Islam bahkan melarang anak yang sudah akil baligh dan menjadi remaja tidur berdua dalam satu kain atau selimut. Hal itu sebagai tindak preventif yang sangat penting untuk mencegah tendensi homoseksual dan lesbianisme yang merupakan petaka dalam kehidupan perorangan dan masyarakat.
Allah SWT berfirman: (QS An Nur: 30)
Larangan berduaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri atau muhrim. Islam melarang berduaan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mencegah bangkitnya godaan syahwat. Larangan mendekati zina Hubungan seksual di luar nikah dinamakan dalam Islam sebagai perbuatan zina. Zina diharamkan, baik itu zina premarital, ekstra marital atau post marital. Begitu pula segala yang dapat membawa kepada zina harus dihindari. Mencegah perbuatan zina lebih baik daripada memperbaiki akibat yang ditimpalkan karena perzinaan, seperti kawin muda, abortus, mengobati penyakit kelamin dan sebagainya. (QS Al Isra’ : 32) Islam melarang segala tindakan seksual yang bertentangan dengan fitrah manusia yang suci, merusak kesehatan fisik dan mental, serta merendahkan martabat manusia. .
Ada beberapa perilaku seksual yang menurut tinjauan kasus tergolong banyak dilakukan oleh kalangan remaja, namun hal itu dibenci oleh agama, di antaranya.
1. Onani dan masturbasi
Onani ialah tindakan pemuasan syahwat dengan merangsang alat kelamin sendiri yang dilakukan oleh anak laki-laki. Marturbasi adalah tindakan merangsang alat kelamin sendiri yang dilakukan oleh anak perempuan. Menurut penelitian para ahli seksologi, onani oleh laki-laki jauh lebih banyak dilakukan dibanding masturbasi oleh perempuan. Islam memandang onani sebagai perbuatan yang tidak baik dan bahkan dilarang.
Menurut mayoritas ulama, hukumnya makruh (tercela) bila dilakukan dalam keadaan terpaksa dalam rangka menahan diri gejolak seksual yang tidak dapat disalurkan secara normal, dan menjadi haram jika dilakukan untuk mencari kesenangan dan mendapatkan kepuasan semata.
2. Homoseks
Islam mengharamkan secara mutlak homoseks sesama laki-laki atau sesama perempuan yang disebut lesbian. Homoseks adalah gejala seksual yang tidak normal dan secara klinis merupakan bentuk kelainan seks yang sangat mendasar.
Allah SWT mengutuk homoseksualitas bahkan azab yang diturunkan Allah ketika itu telah menghancurkan kaum homoseks di zaman Nabi Luth dengan hujan batu sehingga mereka mati semua. Bekas negeri kaum Nabi Luth itu sampai kini dapat disaksikan yaitu laut mati di Yordania . Homoseks dalam praktiknya adalah tindakan seksual dengan jenis yang sama, baik tindakan merangsang maupun tindakan yang menyerupai senggama (coitus).
3. Pacaran dan Pergaulan Bebas
Pacaran dan pergaulan bebas yang dilarang dalam Islam adalah berduaan, berciuman, meraba-raba tubuh, sampai menjurus keada zina yaitu melakukan hubungan seksual sebelum atau di luar nikah dengan memakai alat kontrasepsi atau tanpa alat kontrasepsi.
Dalam seksologi, sewaktu laki-laki dan perempuan berpacaran secara intim yang menyebabkan laki-laki mengalami ejakulasi (mengeluarkan sperma), walaupun tidak bersenggama, dapat menyebabkan perempuan hamil, karena sperma yang jatuh dan melekat pada paha atau celana perempuan dapat memanjat memasuki selaput dara dan terus menembus ke rahim.
Dr. H. Ali Akbar dalam buku Merawat Cinta Kasih menulis bahwa Islam juga telah mengatur tentang Sex-Hygiene (kebersihan seks) yaitu dengan cara:
1. Membersihkan alat kelamin yaitu penis dan vagina dari kencing dengan air yang suci lagi mensucikan.
2. Anak laki-laki dikhitan. Di antara tujuan khitan adalah untuk pembersihan alat vitalnya dari smegma yaitu suatu kotoran yang biasa bersarang di bawah kulit ujung penis. Smegma ini biasanya menjadi tempat hidup virus kanker.
3. Mandi besar wajib dilakukan sesudah junub, hubungan suami istri baik, buat laki-laki maupun perempuan. Mandi juga diwajibkan sesudah ihtilam yaitu bermimpi dengan pengeluaran mani (sperma) bagi laki-laki dan diwajibkan sesudah haid berakhir bagi perempuan.
4. Disunnatkan berwudhu sebelum melakukan junub atau hubungan badan antara suami istri.
5. Tidak bercampur (mengadakan hubungan seksual) dengan istri yang sedang haid, dan juga selama nifas yaitu 40 hari sesudah bersalin.

DASAR AMALIYAH NAHDLIYIN

DASAR MASALAH GARIS PERBATASAN AMALIYAH
WARGA NAHDLIYIN

Oleh: H.M. Cholil Nafis, MA




Sejarah Nahdlatu Ulama (NU) lahir dari keprihatinan dan tanggung jawab keislaman yang terjadi di dunia. Dimana, setiap tradisi dan kearifan lokal yang dianggap menghalangi modernitas harus dibasmi dan dilenyapkan dari muka bumi. Masyarakat yang konsisten dalam mejaga dan memelihara tradisi dianggap kolot, tidak rasional dan anti kemajuan. kenyataannya, ketika gerakan Islam puritanisme Wahabi yang tidak henti-hentinya mempersoalkan tradisi keagamaan maka umat Islam nusantara yang mendasarkan kerangka keagamaannya pada tradisi berupaya untuk “mengentalkan identitasnya”. Puncaknya adalah munculnya Komite Hijaz dan berujung pada pembentukan wadah oraganisasi Nahdlotoel Oelama pada 16 Rajab 1344 H / bertepatan dengan 31 Januari 1926 M. yang bertujuan untuk mengimbangi gerakan kaum reformis yang seringkali tidak meperhatikan tradisi-tradisi yang sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat
Jadi, sejarah organisasi NU terbentuk karena dilatarbelakangai oleh dua faktor dominan; pertama, adanya kekhawatiran dari sebagian umat Islam nusantara yang berbasis pesantren terhadap gerakan kaum modernis yang meminggirkan mereka. Kedua, sebagai respons ulama-ulama berbasis pesantren terhadap pertarungan ideologis yang terjadi di dunia Islam pasca penghapusan kekhilafahan Turki Utsmani, munculnya gagasan Pan-Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin Al Afghani dan gerakan kaum Wahabi di Hijaz.
Ada definisi resmi tentang Nahdlatul Ulama yang dituangkan dalam Qanun Asasi dan ditegaskan lagi dalam keputusan Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama di Surabaya pada tahun 2006 yang disebut Fikrah Nahdliyah, bahwa NU adalah kerangka berpikir yang didasarkan pada ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah untuk menentukan arah perjuangan dalam rangka ishlahul ummah (perbaikan umat). Manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam tiga hal: 1. dalam bidang aqidah/teologi, Nahdlatul Ulam mengikuti manhaj dan pemikiran Abu Hasan al Asy’ari dan Abu Mansur al Maturidi;
2. dalam bidang fiqh/hukum Islam, NU bermazhab secara qawli dan manhaji kepada salah satu mazhab yang empat. Yaitu hanafi, madzhab imam abu hanifah yang lahir di Kufah, Irak 80 H dan meninggal pada tahun 150 H. (2) maliki, yaitu madzhab imam malik bin anas yang lahir di Madinah pada 90 H dan meninggal tahun 179 H. (3) Syafi’i, yaitu madzhab imam Syafi’I yang lahir di Ghazzah pada 150 H dan meninggal pada 204 H. (4) Hanbali yaitu madzhab imam Ahmad bin Hanbal yang lahir di Marwaz tahun 164 H dan meninggal tahun 241 H; 3. Dalam bidang Tasawwuf, Nahdlatul Ulama mengikuti Imam al Junaid al Baghdadi (w.297H.) dan Abu Hamid al Ghazali (450-505 H./1058-1111 M.)

Aswaja
Ahlussunnah waljama’ ala NU (Aswaja) adalah pemahaman yang berusaha kembali kepada Islam sebagaimana dipraktikkan oleh para sahabat Nabi, tabi’in dan tabi’it-tabi’in. Syaikh Abi Al fadl bin Abdusysyakur mendefinisikan Ahlussunnah wal jama’ah:
أَََهْلُ السُّنَّةِ وَالجَمَاعَةِ الَّذِيْنَ لاَزِمُوْا سُنَّةَ النَّبِيِّ وَطَرِيْقَةَ الصَّحَابَةِ فِيْ العَقَائِدِ الدِّيْنِيَّةِ وَالأَعْمَالِ البَدَنِيَّةِ وَالأَخْلاَقِ القَلْبِيَّةِ.
“Ahlussunnah wal jama’ah adalah orang-orang yang selalu mengikuti sunnah Nabi SAW. dan praktik para sahabatnya dalam masalah aqidah, amal lahiriyyah dan akhlak hati”.(al-Kawakib al-Lamma’ah: h. 8-9)

Pengertian Aswaja ini telah mereka kaitkan dengan ‘firqah nâjiyah’ (kelompok yang selamat), yang disebutkan oleh Nabi Muhammad di tengah banyaknya kelompok yang dianggap sesat. Kelompok yang selamat itu kemudian disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagaimana tercantum dalam hadits tentang perpecahan umat Islam. Hadits ini telah dijadikan dalil tentang paham Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai paham yang menyelematkan umat Islam dari Neraka, dan juga yang dapat menjadi pedoman pengertian substantif paham Ahlussunnah wal Jama’ah.
Secara historis, para imam Ahlussunnah wal Jama’ah di bidang akidah atau kalam telah ada sejak zaman sahabat Nabi SAW (sebelum Mu’tazilah ada). Imam Ahlussunnah wal Jama’ah di zaman itu adalah Ali ibn Abi Thalib, yang berjasa membendung pendapat Khawarij tentang al-wa’d wa al-wa’îd (janji dan ancaman) dan membendung pendapat Qadariyah tentang kehendak Tuhan (masyî’ah) dan daya manusia (istithâ’ah) serta kebebasan berkehendak dan kebebasan berbuat. Selain Ali Ibn Abi Thalib, ada juga Abdullah ibn Amr, yang menolak pendapat kebebasan berkehendak manusia dari Ma’bad al-Juhani.
Di masa tabi’in, muncul beberapa imam yang mengemban misi Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz yang menulis ‘Risâlah Balîghah fî al-Radd ‘ala al-Qadariyyah’, Zayd ibn Ali Zayn al-‘Abidin, Hasan al-Bashri, al-Sya’bi dan al-Zuhri. Sesudah generasi ini muncul seorang imam, Ja’far ibn Muhammad al-Shadiq. Dari para fuqaha (ahli hukum Islam) dan imam mazhab fiqh, juga ada para imam ilmu kalam Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti Abu Hanifah dan Imam Syafi’i. Abu Hanifah berhasil menyusun sebuah karya untuk meng-counter paham Qadariyah berjudul ‘Al-Fiqh al-Akbar’, sedangkan al-Syafi’i meng-counter-nya melalui dua kitab ‘Fî Tashhîh al-Nubuwwah wa al-Radd ‘ala al-Barâhimah’, dan ‘Al-Radd ‘ala al-Ahwâ’.
Setelah periode Imam Syafi’i, ada beberapa muridnya yang berhasil menyusun paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah, di antaranya adalah Abu al-‘Abbas ibn Suraij. Generasi imam dalam kalam Ahlussunnah wal Jama’ah sesudah itu diwakili oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang populer disebut sebagai salah seorang penyelamat akidah keimanan, lantaran keberhasilannya membendung paham Mu’tazilah.
Dari mata rantai data di atas, yang sekaligus sebagai dalil historis, dapat dikatakan bahwa akidah Ahlussunnah wal Jama’ah secara substantif telah ada sejak zaman sahabat. Artinya, paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah itu tidak sepenuhnya akidah bawaan Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari yang berbeda dengan akidah Islam. Apa yang dilakukan oleh Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari adalah menyusun doktrin paham akidah Ahlussunnah wal Jama’ah secara sistematis, sehingga menjadi pedoman atau mazhab umat Islam. Sesuai dengan kehadirannya sebagai reaksi terhadap munculnya paham-paham yang ada pada zaman itu.

Bermazhab fiqh
Bermadzhab artinya adalah mengikuti salah satu madzhab. bermadzhab dalam kerangka keagamaan warga nahdiyin merupakan keniscayaan. Sebab bagi NU beragama harus berdasar pada al Quran dan al Hadits, dan tidak sembarangan orang dapat mengistinbath hukum dan juga tidak semua mazhab boleh diikuti. Orang NU biasanya sangat toleran dengan orang-orang yang tidak menganut madzhab. Kyai-kyai NU seringan menyatakan, “itu urusan kamu, dan ini adalah urusan kami ” dalam rangka menghargai perbedaan pendapat, dan jangan sampai umat Islam terpecah belah karena berbeda dalam melakukan ritual syari’ah.
Keputusan Musyawarah Nasional Alim-Ulama tahun 1412 H./1992 M di Bandar Lampung tentang "Sistem Pengambilan Keputusan Hukum Islam dalam Bahtsul Masail di Lingkungan Nahdlatul Ulama" yang kemudian disempurnakan dan menjadi keputusan Muktamar XXXI NU tahun 1425 H./2004 M di Boyolali, Jawa Tengah memutuskan, bahwa bahtsul masail di lingkungan NU dibuat dalam kerangka bermazhab kepada salah satu mazhab empat yang disepakati dan mengutamakan bermazhab secara qauli.
Oleh karena itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan sebagai berikut: 1). Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dari kutubul mazahib al arba’ah dan di sana terdapat hanya satu qaul/wajah dari kutubul mazahib al arba’ah, maka dipakailah qaul/wajah sebagaimana diterangkan dalam ibarat tersebut; 2).Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan di sana terdapat lebih dari satu qaul/wajah dari kutubul mazahib al arba’ah, maka dilakukan taqrir jama’iy untuk memilih satu qaul/wajah; 3). Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah dari kutubul mazahib al arba’ah sama sekali yang memberikan penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilhaqul masail bi nazhairiha secara jama’iy oleh para ahlinya; 4). Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah sama sekali dan tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka bisa dilakukan istinbath jama’iy dengan prosedur bermazhab secara manhaji (metodologi) oleh para ahlinya.
Keputusan tersebut diperjelas melalui keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama tahu 2006 di Surabaya, bahwa yang dimaksud Taqrir Jama’iy adalah upaya kolektif untuk menetapkan pilihan terhadap satu di antara beberapa pendapat. Oleh karenanya, prosedur Taqriri Jama’iy adalah dengan cara: a. Mengidentifikasi pendapat-pendpat ulama tentang suatu masalah yang dibahas; b. Memilih pendapat yang unggul dengan kriteria sebagai berikut; c.Pendapat yang paling kuat dalilnya; d. Pendapat yang paling mashlahat (ashlah); e. Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama (jumhur); f. Pendapat ulama’ yang paling ‘alim; g. Pendapat ulama’ yang paling wara’; h.Memperhatikan ketentuan dari masing-masing mazhab atas pendapat yang diunggulkan di kalangan mereka.
Dalam mazhab Syafi’i: a. Pendapat Syaikhani (Nawawi, dan Rafi’i) menjadi suatu keniscayaan yang harus diambil jika sesuai dengan konteks permasalahannya, tetapi jika tidak sesuai dengan konteknya maka dapat dipakai ulama lain dalam lingkup mazhab syafi’i yang lebih sesuai; b. Untuk mengukur kepandaian seorang ulama selain Syaikhani dapat dilakukan dengan menggunakan persaksian ulama-ulama yang hidup semasa atau sesudahnya (murid-murtidnya) dan atau bisa juga dilakukan dengan melihat karya-karyanya dilihat dari segi metodologi dan pemikiran yang tertuang di dalamnya.
Yang dimaksud Ilhaq adalah menyamakan hukum suatu kasus dengan kasus yang telah ada jawabannya dalam kitab (menyamakan suatu kasus dengan kasus lain yang sudah ada hukumnya dalam kitab). Adapun Prosedurnya adalah 1. Memahami secara benar tentang suatu kasus (tashawwur al masalah) yang akan dimulhaqkan (mulhaq). 2. Mencari padanannya yang ada di dalam kitab yang akan diilhaqi (mulhaq bih) atas dasar persamaan di antara keduanya (wajhul ilhaq) . dan 3. Menetapkan hukum mulhaq seperti hukum mulhaq bih.
Adapun yang dimaksud Istinbath Jama’i adalah upaya secara kolektif untuk mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya dengan menggunakan qawaid ushuliyah. Oleh karenanya prosedur istinbath jama’iy dilakukan dengan cara: a. Memahami secara benar tentang suatu kasus (tashawwur al masalah) yang akan ditetapkan hukumnya. b. Mencari dalil yang akan dijadikan dasar penetapan hukum (istidlal). c. Menerapkan dalil terhadap masalah dengan kayfiyah al-istidlal (metode pengambilan hukum). d. Menetapkan hukum atas masalah yang dibahas.
Dalam melakukat taklid Qauli, ulama NU telah menetapkan kitab-kitab yang dapat dijadikan maraji’ dalam memutuskan masalah di lingkungan warga nahdliyin. Orang NU lebih suka menyebut ”kitab” dari pada buku meskipun kata kitab berasal dari bahasa arab artinya buku. Sebab kalau dibilang buku, nantinya sama saja dengan buku-buku yang beredar, yakni semua disiplin ilmu. Padahal kitab itu sangat erat hubungannya dengan pelajaran keagamaan/keislaman. Dalam keputusan Munas Ali Ulama NU di Surabaya tahun 2006 menetepkan tentang kitab-kitab mu’tabarah yang dapat dijadikan referensi dalam bahtsul masail.
Yang dimaksud dengan Al-Kutub Al-Mu’tabarah adalah kitab-kitab dari al-madzhab al-arba’ah (Hanafi, Maliki, syafi’i dan Hambali) dan kitab-kitab lain yang memenuhi kriteria fikrah nahdliyah. Adapun kriteri kemuktabaran suatu kitab didasarkan atas: 1.Penulis (muallif)-nya adalah kalangan Sunni, Alim dan memiliki sifat Wara’. 2. Isi kitab, jika pendapatnya sendiri tolok ukurnya adalah argumentasi dan manhaj yang digunakan, jika berupa kutipan maka tolok ukurnya adalah shihhatun naql (validitas kutipan) 3. Pengakuan dari komunitas mazhabnya
Jika orang NU menetapkan untuk bermadzhab itu bukan berarti menutup diri untuk berijtihad. Akan tetapi hal ini menunjukkan bahwa NU tidak mempermudah terhadap persyaratan ijtihad agar tidak mengecilkan dan meremehkan hukum Islam. Orang NU sangat hati-hat dalam mengambil keputusan, terutama yang berkenaan dengan keputusan hukum-hukum agama. Mereka tidak mau sembarangan hanya dengan mengunggulkan logika semata, namun disamping dengan pertimbangan akal, harus sesuai dengan al Quran dan al Hadits yang digariskan oleh para ulama terdahulu yang mumpuni.

Thariqah Mu’tabarah
Kata thariqoh artinya jalan dan muktabaroh artinya yang diakui, sanadnya muttashil (bersambung) sampai Rasulullah saw. Jadi, Thariqoh Muktabaroh ialah jalan yang diakui/ disahkan oleh para ulama’ NU. Jumlahnya puluhan, dan memiliki tata cara amaliyah tersendiri. Mereka yang disahkan Muktamar Thariqoh itulah yang sah dan jelas sanadnya serta benar bersumber dari Rasulullah saw. Sedangkan thariqoh lainnya yang tidak disahkan muktamar ahli thariqoh, orang-orang NU meragukan keabsahannya. Bagi ulama NU thariqoh yang sanadnya diyakini bersambung kepada Rasulullah saw adalah thoriqoh Imam al Junaid al Baghdadi (w.297H.) dan thariqoh Abu Hamid al Ghazali (450-505 H./1058-1111 M.).
Dalam hal ini orang NU dibebaskan, boleh ikut boleh tidak ikut thariqoh Bagi warga nahdlyin yang ikut, silakan mengamalkan ajaran thariqohnya masing-masing. Kemudian semuanya sepakat membentuk organisasi at-Thariqoh An-Nahdiyah. Mungkin di organisasi lain tidak ada ajaran thareqoh, kalaupun ada tidak sebanyak di kalangan warga nahdliyin. karena orang NU suka amaliyah yang penuh dengan puji-pujian kepada Allah SWT dan pada Nabi Muhammad saw. Mereka mengikuti tarekat itu berdasar pada hadits Nabi saw:
لاَتَقُوْمُ السَّاعَةُ وَعَلىَ وَجْهِ الأَرَْضِ مَنْ يَقُوُْلُ "الله"ُ
“hari kiamat tidak akan datang selama di muka bumi ini masih ada seseorang yang menyebu nama Alah” (HR Ahmad, Mslim dan tirmidzi )

`Berdasar pada kerangka pikir fikrah nahdliyah, maka warga mahdliyin dapat dikenali dalam segala pola pikir, tindakan dan amaliyahnya melelui bererapa ciri. Diantaranya adalah. 1. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa bersikap tawazun (seimbang ) dan i’tidal (moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan. Nahdlatul Ulama tidak tafrith atau ifrath. 2. Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya Nahdlatul Ulama dapat hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain walaupun aqidah, cara pikir, dan budayanya berbeda. 3. Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa mengupayakan perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa al-ashlah). 4. Fikrah Tathowwuriyah (pola pikir dinamis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan. 5. Fikrah Manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya Nahdlatul Ulama senantiasa menggunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh Nahdlatul Ulama.